Follow Us @soratemplates

Jumat, 11 September 2015

Part 4

September 11, 2015 0 Comments



Mendung semakin pekat, malam semakin tidak bersahabat, lantunan nyanyian sang angin malam mulai membisikkan badai, butiran air dari sang mata langit berjatuhan menjadi bulir-bulir yang semakin membesar dan rapat. Hujan.

Aku termenung disamping jendela kamarku, kubiarkan sedikit terbuka dan hujan diluarpun ribut ingin masuk melalui celah-celah jendela. Langit seolah mengerti kegundahan hatiku. Seharusnya aku lebih bisa menerima kenyataan kalau ternyata Reno sama sekali tidak tertarik kepadaku. Aku harus cukup tahu diri. kalau memang Reno harus memilih, tentu bukan aku jawabannya. Masih banyak yang lebih baik di luar sana. Ah, basi ! Aku sedang tidak mau mendengar kata-kata bijak itu.

Aku biarkan lamunanku jauh melayang entah sampai ke negeri antah berantah. Jauh, fantasiku terlalu jauh. Aku tarik diriku dari lamunanku dan aku tahu, aku masih duduk termenung disamping jendela kamarku. Sebaiknya aku kembali ke duniaku, dunia yang penuh dengan ambisi, dunia yang penuh dengan kompetisi, dan dunia yang dulu ada sebelum Reno ada dalam hidupku.

Sepertinya aku harus kembali,,,,,

Ponselku berbunyi, Michale Buble – Love iring favoritku terdengar memenuhi ruangan kerjaku. Tampak dilayar kaca sebuah panggilan dari “Manusia Planet” , aku biarkan terus Michale Buble bernyanyi sampai akhirnya ponsel itu diam, baru aku menyentuhnya dan meyakinkan diri kalau yang baru saja telfon adalah Reno.

Setelah perbincangan itu, aku mundur perlahan dari dunia Reno. Aku mulai pura-pura sibuk dihubungi, pura-pura banyak acara, pura-pura tidak ingiin makan siang dengannya, pura-pura tidak mau dijemput, dan kepura-puraan lain yang aku lakukan selama ini hanya untuk menghindar dari Reno. Maaf Reno.....

Ini, kali keduanya aku benar-benar jatuh cinta kepada seorang pria. Sebelumnya kepada Yoga yang tak pernah tersampaikan , dari cinta monyet sampai sekrang ini. Dan ini, aku dipertemukan dengan Reno dengan cara yang sungguh singkat dan tak pernah aku bayangkan sebelumnya akan ada pertemuan seperti itu dalam hidupku.

Memang, Tuhan selalu punya caranya sendiri untuk mepertemukan seorang yang berjodoh....

Jodoh ? Aku rasa akan ada pertemuan aneh lagi setelah ini. Aku tak yakin akan berjodoh dengan Reno, jangankan berjodoh, mencoba menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih saja tidak.

Sejak itulah intensitas pertemuan kami drastis berkurang. Aku yang kembali dengan segudang kesibukanku, dan Reno? Entahlah,,,sudah lama kita tidak pernah komunikasi lagi. Mungkin Reno benar-benar hanya sepenggal kisah yang datang dalam cerita hidupku, hanya sebagai orang yang datang dan pergi begitu saja tapi membekaskan sebuah rasa yang berbeda.

Mendung di hatiku semakin pekat, hujan deras sepertinya tak bisa lagi di tahan. Aku biarkan hujan itu membasahi seluruh hatiku, tak terlihat dari luar, hanya ada senyum kamuflase yang menutupi apa yang sebenarnya terjadi.Hujan itu, karena ada rasa rindu yang besar ditahan dan tak tersampaikan. Aku merindukan saat-saat singkat bersama Reno. Aku merindukan bercanda dengannnya, bertukar pikiran dengannya, bercerita hal-hal gila bersamanya.

Genap sebulan sudah aku menghilang dari kehidupannya, pun Reno benar-benar menghilang dari hidupku. Kalaupun bertemu mungkin kita sudah tak seperti dulu lagi. Dan ternyata pertemuan itu kembali terjadi, di tempat pertama kali kita bertemu, di tempat favoritku. Kalau saja aku tahu akan pertemuan itu lagi tak akan aku pergi ke cafe sore itu.
Seperti tak percaya apa yang ada dihadapanku, aku melihat sesosok Reno sedang asik berbincang dengan seorang gadis manis, berambut panjang, dan berparas elok. Sungguh, seperti yang terjadi di sinetron-sinetron, atau di film-film drama lainnya, kejadian yang membuat tokoh Protagonis bisa menjadi tokoh Antagonis seketika ketika hal buruk terjadi dalam ceritanya.

Aku mematung, kaki terasa berat melangkah. Apa yang terjadi, kakiku seperti memaku di tempat aku berdiri saat itu, di depan pintu tepat cafe itu. Ingin sekali berputar arah dan berbalik berlari sekencang-kencangnya dan sejauh-jauhnya dan tak akan kembali lagi. Tapi sayangnya, Reno terlanjur melihatku ketika itu, tak mungkin aku berbalik arah dan pergi, itu sama aja aku kalah.

Aku kuatkan hatiku, aku yakinkan padanya kalau semua akan baik-baik saja. Aku tahu ada yang tercabik-cabik rasanya di dalam, hujan semakin pekat didadaku, perasaan rindu yang dalam itu terbayarkan dengan luka yang amat sangat dalam. Kenyataan yang sama sekali tak pernah aku harapkan. Tapi,,, beginilah adanya....
Aku lunakkan lidahku yang kelu, untuk menyapa dua orang yang ada di hadapanku.
“Hallo.....”.


Kamis, 10 September 2015

Part 3

September 10, 2015 0 Comments



Aku percaya suatu saat akan ada masa di mana aku harus memperjuangkan cintaku. Tapi bukan untuk saat ini, aku masih nyaman dengan status single yang aku sandang beberapa tahun terakhir ini. Kalau hanya merubah status single menjadi berpacaran, bisa saja aku lakukan kapanpun aku mau, tinggal pilih mana cowok yang sudah mengantri menjadi pacarku. Ahahaha,,, wanna puke ?

Aku bukan orang seperti itu. Menjalin hubungan dengan orang itu adalah hal yang sakral buat aku, bukan hal biasa. Bagiku, tidak mudah menyatukan dua hati yang berbeda,khususnya berbeda tujuan. Pernah beberapa kali aku menjalin hubungan (pacaran) dengan beberapa pria . Tidak pernah berjalan lama, tidak ada yang membekas sampai ke hati. Karena mungkin mereka bosan dengan apa yang ada pada denganku. Ya, memang benar aku membosankan. Jangankan seorang pacar, seorang sahabatpun aku tak punya. Karena aku tidak mudah menerima seseorang yang baru dalam hidupku apalagi bisa percaya dengan orang lain, itu sulit bagiku.
Aku lebih memilih menghabiskan waktu bersama keluarga ketika aku sedang tidak sibuk bekerja dari pada pergi hangout, dugem, nonton, atau bahkan jalan-jalan di mall .Ternyata aku memang tidak suka keramaian, bising, hiruk pikuk gemerlap kehidupan di kota, aku tak suka. Ironis memang, aku yang sekarang sungguh sangat kontras dengan aku yang dulu. Aku yang sekarang pendiam, dan kurang suka bersosialisasi malah ditempatkan di kantor jurnalistik yang harus bertemu dengan banyak rekan kerja. Sebenarnya akupun tidak begitu menyukai pekerjaan ini, tapi seiring berjalannya waktu aku mencintai pekerjaanku ini.

@KantorJurnalistik

Hal menyenangkan yang selalu aku lakukan ketika sampai di kantor dan kepagian adalah membuat hot chocolate kesukaannku. Coklatnya yang mampu menyihir perasaan orang yang meminumnya menjadi lebih baik. Uhm, ya mungkin begitu. Paling tidak ada satu ritual pagi hari yang bisa aku jadikan moodboster hari itu.
Hari itu akan banyak sekali schedule meeting dan presentasi untuk project baru. Semua yang diperlukan untuk kegiatan mendebarkan itu sudah siap rapi aku simpan di dataku. Semoga hari itu lancar dan berakhir bahagia, uhm ?* maksud aku semoga hari itu bisa berakhir di cafe langganan dan menghabiskan secangkir kopiku di sana.Bahagiaku itu. :)

Tepat, jam kantor usai, aku tidak langsung merapikan meja kerjaku. Ku biarkan file-file meeting tadi tetap menghiasi meja kerjaku, berantakan sih, tapi itu seninya. Telfon kantor tiba-tiba berdering membuyarkan keasikanku bercengkrama dengan keyboardku. “Halo,,,dengan bu Rena?',suara diseberang menyapa dengan backsound knalpot motor dan deruman mobil-mobil berseliweran langsung aku mengenali suara security kantor.”Iya saya sendiri,,,kenapa pak ?”, balasku dengan tetapan mata tak lepas dari layar monitor. “Bu Rena, ada tamu yang mencari anda bu, sedang menunggu di pos satpam depan.”*Deg* tiba-tiba ada yang aneh masuk ke dalam dada, membuat jantung sempat berhenti sepersekianribu detik dan kemudian berdetak kembali, itu membuat aku sulit bernafas.Segera aku menghentikan aktifitasku dan bergegas merapikan meja kantor.

Ku tarik blazer coklatku yang aku letakkan di punggung kursi kerjaku, merapikan sedikit rambutku dan kemudian bergegas menuju lift. Aneh, padahal aku tidak tahu siapa yang sedang menungguku di depan kantor, kenapa aku bisa se-excited ini ? Heloow, Rena...be rasional pls,,, (gumamku dalam hati).
Sampai di depan pos security, aku melihat sesosok makhluk bernama Reno sedang asik bercengkrama dengan pak security.

“Ouh, kamu to Ren?”, sedikit nada kecewa keluar dari mulutku tanpa tedeng aling-aling, membuat Reno menghentikan aktifitas berguraunya dengan pak security dan melihatku. “Kenapa Ren, kecewa ya melihat ternyata yang jemput kamu itu aku”,Reno cekikikan melihat ekspresiku.”Kita kan janjian di Cafe kemaren, kenapa kamu ke sini?.”
“Abisnya kamu lama sih, udah berakar aku di cafe itu,” masih dengan senyum lebarnya.
“Yaudah kita mulai di mana ngerjain tugasmu itu?”,tanyaku sedikit malas.
“Dihatimuuuuuu,,,,,,”,Reno semakin terkekeh melihat muka masamku. GARING.
Tak kuhiraukan celetukan Reno sambil lalu.

@Cafe

Dua moccachino dan dua pancake sudah tersaji di meja. Reno tengah serius dengan keyboard laptopnya dan aku di sebelahnya. Membenarkan satu dua slide show yang akan dipresentasikan pekan depan. Pikirku, rajin benar ini orang, padahal presentasi masih minggu depan tapi dia persiapkan semuanya jauh-jauh hari seperti mau presentasi sebuah project baru.

Biasanya untuk sebagian mahasiswa cowok kebanyakan kurang memperhatikan tentang tugas-tugas kuliah, biasa mengerjakan di hari-hari Deadline tiba. Bukan hanya kaum lelaki saja tetapi bebarapa mahasiswi pun melakukan hal yang sama. Seperti akupun juga begitu. Karena ada tantangan tersenderi mengerjakan tugas di detik-detik Deadline, dan itu luar biasa berdebar rasanya. Seperti otak dipaksa untuk mengeluarkan semua kemampuannya untuk menghasilkan sebuah tugas yang sempurna. Dan ide-ide konyol selalu datang entah dari mana asalnya. Senyum-senyum sendiri aku mengingat masa-masa dikejar-kerja Deadline tugas.

Aku masih asik dengan lamunanku ketika Reno diam-diam memperhatikanku. Sial ! Neh anak bikin aku salah tingkah. Tatapannya membuat aku reflek menunduk karena tidak bisa tahan lama memandang mata itu. Mukaku memerah. Deg.Kenapa sih Reno ini?

Setelah pertemuan itu, hari-hari berikutnya Reno rajin menghubungi nomer ponselku, sekedar menyapa, telfon ,sampai akhirnya janjian untuk makan siang atau makan malam di kafe langganan. Dan, sebulan mengenal makhluk alien ini membuatku seperti mempunyai dunia yang baru.Sepertinya aku sudah masuk ke dalam spesies alien ini , Reno. :D

Pertemuan yang tidak pernah aku sangka sebelumnya, pertemanan yang baru mau jalan 3 bulan, dan intensitas pertemuanku dengan Reno yang bisa dibilang seperti orang minum obat setiap hari selama 3 bulan itu membuatku mulai nyaman dengan makhluk langka itu. Reno mampu mengubah hidupku yang tadinya hanya hitam dan putih, kini dia tambahkan lagi warna orange, nila, tosca, navy, dan warna-warna kombinasi lainnya. Dan ternyata aku menyukai perubahan baru dalam hidupku ini.

“Heh, Reno,kamu kok keseringan sama aku, ntar lama-lama kamu suka lagi sama aku,” gurauku ke pada Reno yang tengah asik melihat-lihat hasil potretannya siang itu.

“Kalo emang iya gimana?”, celetuknya masih dengan mata yang tak lepas dari kamera.

“........”, aku mendadak terdiam.

“Kenapa kok diam?”

“........”, aku semakin bungkam.

“Ahahahhha,,,,Rena, rena, aku bercanda tauukkkkkk”,celotehnya semakin membuat hatiku ketika itu semakin tak karuan.

Bercanda ya? Cuman bercanda ya?
Kenapa? Seharusnya aku senang donk, Reno gak beneran suka sama aku, seharusnya aku bahagia donk, karena satu makhluk alien akan menghilang dari kehidupanku, karena mungkin tak lama lagi Reno akan punya pacar dan akan lebih sibuk dengan pacarnya dari pada meladeni perempuan jutek dan aneh sepertiku. Dan hidupku akan kembali normal seperti biasanya kan. Yang tenang dan gak ribet karena ada Reno. Tapi,,,,,,, kenapa aku sedih ? Seperti bunga yang sudah siap mekar, tapi kemudian layu karena tak ada lagi matahari untuknya berfotosintesis.


Rabu, 09 September 2015

Part 2

September 09, 2015 0 Comments




Menunggu itu bukan hanya tentang hal menunggu, tapi tentang bagaimana kamu menjaga keyakinan hati selama menunggu.”

Menunggu itu membosankan, menunggu itu buang-buang waktu, tapi buat mereka yang mampu menjaga keyakinan hatinya akan sesuatu yang mereka tunggu, itu tidaklah sulit. Justru dengan menunggu saat itu tiba, kita punya semangat yang lebih dan memiliki tujuan untuk menjalani hari-hari.

Kakiku melangkah meninggalkan ruangan kerjaku di lantai 2 kantor jurnalistik. Pukul 5.15 pm, sudah tidak begitu banyak karyawan yang berlalu lalang di ruangan itu. Sebagian dari mereka sudah pulang sejak lima belas menit yang lalu dan yang lainnya masih dengan deadline mereka yang harus segera diserahkan ke pimpinan redaksi. Aku masuk ke dalam lift dan langsung memencet tombol lantai dasar. Kesibukan hari ini membuatku merasa lapar lebih cepat dari jam makan malam yang seharusnya.
Akhirnya aku memilih untuk bersantai dan menyantap beberapa cup cake di Cafe depan kantorku.Cafe ini salah satu tempat favoritku dari awal aku kerja di kantor jurnalistik ini, dua tahun yang lalu. Aku yang tidak begitu banyak teman menghabiskan banyak waktuku di kedai cafe ini. Sampai pemilik dan pelayan cafe itu hafal denganku, tempat aku biasa duduk untuk minum kopi dan kopi yang aku pesan. Persis sama tiap harinya tidak pernah berbeda, yang berbeda hanya pakaian yang aku kenakan tiap harinya. Membosankan ? Ini bukan membosankan tapi ini bentuk konsistensiku terhadap sesuatu yang aku suka apalagi yang aku cinta.

Dua cupcake dan moccachino sudah habis aku lahap, memanjakan perutku yang sedari tadi meronta-ronta minta diisi. Cukuplah appatizers ini mengganjal perut sampai waktu makan malam nanti tiba.
Aku memutuskan untuk menghabiskan sisa-sisa waktu di cafe sambil mendengarkan lagu-lagu kesayangan di iphone kesayanganku.Headset sudah menancap di kuping, tiba-tiba terasa pundakku disentuh seseorang dari belakang.
Sesosok pria sudah berdiri sambil tersenyum dibelakangku ketika aku membalikkan badan.
Tanpa ragu dia langsung mengulurkan tangannya mengajakku berkenalan.

Namanya Reno, mahasiswa yang sedang magang menjadi wartawan di stasiun tv lokal. Ternyata beberapa hari ini dia sudah memperhatikanku, mengamati setiap gerak-gerikku selama di kedai kopi itu. Menungguku di tempat yang sama setiap harinya.Tercengang juga mendengar pengakuannya, sedikit risih dan berfikir negatif tentang Reno. Jangan-jangan pria yang sedang berada di depanku ini FREAK ? Atau hanya orang iseng yang akan usil kepadaku . Hohoho, awas aja kalau berani macam-macam denganku.

Reno seperti tahu apa yang sedang aku pikirkan karena sedari tadi aku hanya diam. Langsung saja dia meminta maaf atas pengintaiannya selama beberapa hari ini. Kemudian dia mengemukakan maksud kenapa dirinya melakukan pengintaian selama ini. Adalah karena dia ingin mengangkat profil seorang jurnalis untuk dia presentasikan dalam tugas mata kuliahnya.

Satu yang membuat aku bertanya waktu itu? Kenapa harus aku yang dia pilih, secara aku belum pernah mencapai suatu hal besar dalam bekerja di dunia jurnalistik selama ini. Dan dia hanya menjawab, “karena kamu adalah jurnalis pertama yang saya temui di cafe ini.”, jawabnya singkat.
Entahlah itu awal dari sebuah modus atau apakah aku tidak paham tapi yang pasti aku jadi tergerak untuk membantu dia dalam hal ini. Itu Saja.

Perbincangan sore itu aku sudahi karena langit sudah mulai menghitam. Aku menuju parkiran depan dan langsung cepat-cepat naik ke dalam taksi yang sudah aku pesan sedari tadi. Sedikit agak ngeri kalau Reno mengikuti taksi yang aku tumpangi dan tiba-tiba berada di depan rumahku. Sungguh, malas untuk membayangkannya juga.

Sesampainya di depan rumah bersyukur sekali tidak ada mahluk seperti Reno yang aku temui di sana. Buru-buru aku membuka pintu rumah dan masuk ke dalam. Bagiku hari itu sungguh sangat absurd, di sela-sela hariku yang padat muncul sesosok makhluk entah dari planet mana mengajakku kenalan dan sepertinya aku akan sering bertemu dengannya karena aku berjanji untuk menyelesaikan tugas kuliahnya itu. Sungguh orang yang aneh. Gumamku.

Sedang asiknya aku mengingat-ngingat kejadian di kedai kopi tadi, tiba-tiba ekor mataku melihat sebuah kotak di atas lemari. Aku mengambil kotak itu dan baru sadar, kotak itu tersimpan lama di atas lemari itu bertahun-tahun lalu. Hanya kadang berpindah tempat apabila aku membersihakn lemari. Sekalipun aku tak pernah membukanya. Kotak itu dari Yoga. Mendadak perasaanku berubah aneh ketika mengingatnya, ada perasaan yang besar, jantung tiba-tiba berdetak lebih cepat, aliran darah terasa mengalir lebih cepat. Dada seperti tidak mampu menahan guncangan rindu yang serasa ingin keluar memecah dada. Aku seperti petasan yang siap meledak, menjadi berkeping-keping tak bersisa.

Aku membuka kotak itu perlahan, aku takut akan ada sesuatu yang membuatku melompat ketakutan ketika membuka kotak itu, karena Yoga selalu melakukannya tiap kali dia memberi sebuah kado kepadaku. Tapi kali ini yang aku lihat hanya daun yang mengering, di sebelahnya terdapat tulisan yang bertuliskan tangan sedikit berantakan tapi bermakna.

This is remebering the last time we touched, the last time we spoke.”

Seperti ada sihir yang mulai bekerja ketika aku selesai membaca tulisan itu. Seketika genangan bulir-bulir air mata tak mampu aku tahan di pelupuk mata, mengalir dengan lancarnya melewati pipiku dan membentuk gumpalan bulir-bulir besar yang siap jatuh ke bumi. Yoga,,,aku kangen....”, isakku dalam tangis sambil mendekap erat kotak dalam pelukan. Aku tertidur dengan perasaan rindu yang semakin mendalam kepada Yoga.



pict : google

Selasa, 08 September 2015

Part 1

September 08, 2015 0 Comments

Jingga


Senja yang mulai menghilang
jingganya pun mulai memudar
barganti oleh sang langit gelap

Tapi,,,apa gerangan yang sedang kau renungkan
Apa pula yang sedang kau ragukan
Bukankah langit yang akan selalu mengenang
Bagaimana saat itu kita saling memandang

Aku mengerti apa yang sedang kau risaukan
Aku juga paham apa yang sedang kau rindukan

Nyanyian sang alam
Dekapan nyaman dari tangan sang bumi
sapaan hangat sang mentari

Tapi,,,
kini tak pernah kau rasakan lagi,,
bahkan engkau pun sudah sangat lupa
bagaimana ketika itu burung camar menari menantikan sang jingga.



Part 1



Ribuan masa yang lalu,

Rena,,,lari,,sini jangan sampai ke tangkap pak satpam!,”
ah,,cemen lu Ren,,segitu aja kagak berani,,,!”.
Lem nya yang banyak biar gak bisa lepas...,,ahahahha...”

------ Tawa itu....-----

Kita hanya anak remaja yang tanpa dosa mengusili satpam sekolah saat beliau mulai terkantuk-kantuk di pos jaganya. Melepaskan topi penutup wajahnya yang sedang tidur dan meletakkan petasan di bawah kursinya. Belum lagi kejahilan di kelas yang sering kali kami lakukan , seperti menyembunyikan semua kapur tulis di kelas sehingga para guru tidak bisa menulis di papan tulis, meletakkan lem di kursi, menyembunyikan baju olah raga teman, mengunci temen di kamar mandi, corat-coret tembok (untuk yang satu ini partner usilku itu memiliki keahlian yang lumayan dalam menghasilkan hasil karya di dinding kelas kami, ya meskipun akhirnya kena hukuman juga).

Suatu saat lu akan mendapat penghargaan untuk hasil karya ini ,”kataku sambil menepuk pundaknya dengan mata masih terkagum-kagum dengan hasil gambarnya.

Sekarang ribuan masa itu hanya akan menjadi kenangan kenakalan kami semasa kecil. Sering kali kebodohan yang pernah kami perbuat di masa lalu membuat aku terkekeh-kekeh sendiri. Kok bisa kami melakukannya. Tapi kenakalan, kejahilan, keusilan, dan partner jahilku itu pun menghilang. Dia Pergi.

Hari itu,entah tahun keberapa aku tak pernah melihatnya lagi, apalagi saling bertemu dan temu kangen dengannya ,komunikasi lewat telfon pun tidak. Sebenarnya aku ingin sekali menghubunginya kalau saja aku tahu nomer telfonnya.
Namanya Yoga, satu-satunya anak cowok yang mau berteman denganku. Dia juga yang selalu “ngomporin” aku tiap kali aku akan melakukan misi perjahilanku. Ahahhahaha.....Yoga, dimana kamu sekarang? Panggilku dalam hati. Ada kesan rindu dibalik itu.Iya, aku rindu kamu Yoga.

Terakhir kali aku bertemu dengannya ketika kita sama-sama ke acara Prompt Night yang diadakan sekolah kami dimasa putih abu-abu. Setelah malam itu Yoga menghilang. Nomernya tidak lagi bisa dihubungi, aku coba cari ke rumahnya ternyata Yoga dan keluarganya sudah pindah ke luar negeri. Aku mencoba bertanya ke beberapa tetangganya, tapi tak ada yang tahu alamat tempat tinggal Yoga yang baru. Masih di Asia kah, atau di Eropa? Entah dimana kamu sekarang yang pasti aku tak bisa melihatmu lagi.Sama sekali tak habis pikirku, kenapa Yoga menghilang tanpa memberi tahu aku sebelumnya, bahkan obrolan yang menjurus kalau dia mau pindahpun tidak. Kenapa mendadak? Kenapa harus begini ? Kenapa gak pamit ? Kenapa,,,, kamu pergi?

Sejak empat tahun yang lalu, perubahan pada diriku sungguh sangat drastis. Aku yang periang, yang usil, hyperaktif,suka mencari perhatian orang dengan kejahilanku, mendadak menjadi sangat pendiam, penyendiri, dan cuek. Keluargaku, teman-temanku, cukup bersyukur dengan perubahan sikapku ini. Tapi aku, aku sendiri tidak tahu apakah harus sedih atau harus senang, tapi yang pasti ada satu orang yang mampu membuatku seperti ini. Itu kamu Yoga. Kamu di mana?


Ribuan hari berlalu, ribuan kejadian pun terjadi tanpa ada Yoga. Kalau saja ada hal yang bisa membuatku melupakannya dalam hidupku ini, aku akan melakukannya. Tapi sayangnya, hanya Yoga yang bisa membuatku merasa berbunga-bunga, berharga, dan jatuh cinta. Ya, jatuh cinta, karena aku belum pernah jatuh cinta lagi kepada cowok lain selain Yoga.
Yoga sahabatku, yoga partnerku, Yoga juga cinta pertamaku, dan cinta pertamaku tak pernah tersampaikan kepadanya, karena dia terlanjur menghilang bak ditelan bumi. Lalu kepada siapa aku harus menyampaikan rasa ini?

Usiaku kini sudah kepala dua, sudah lebih dari nama sebuah Bioskop yang terkenal, tapi aku masih belum memikirkan untuk berumah tangga. Karirku yang cukup lumayan, wajahku yang tak begitu jelek (*katanya), dan pola pikir yang kadang jauh lebih dewasa dari perempuan-perempuan seusiaku, seharusnya membuatku lebih mudah menemukan jodohku. Tapi lagi-lagi, jodohku buatku tetapakan menjadi misteri yang terindah. Kepada siapa akhirnya kapal pencarian ini akan berlabuh. Tapi yang pasti aku berharap akan melabuhkan kapal pencarian ini di dermaga yang tepat.

Anyway, perkenalkan, namaku Rena, perempuan tulen asli dari jawa, keras kepala, pendiam, dan sedikit menyebalkan. Dan ini tentang ceritaku :)